A. Pengertian Kepemimpinan
Menurut John R. Schemerhorn bahwa leadership
is process inspiring of others to work hard to accomplish important
tasks. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa kepmimpinan merupakan proses
menginspirasi orang lain agar bekerja keras agar dapat menyelesaikan
tugas-tugas yang penting.[1] Overton berpendapat bahwa leadership is
ability to get work done with and through others while gaining their confidence
and cooperation. Pendapat ini menekankan fokus kepemimpinan terhadap
kemampuan seseorang memperoleh tindakan dari orang lain. Dengan begitiu hakikat
kepemimpinan juga merupakan kemampuan mempengaruhi orang.
Definisi Kepemimpinan menurut Stogdill
ialah fokus terhadap proses kelompok, penerimaan kepribadian seseorang,
seni mempengaruhi perilaku, alat untuk memengaruhi perilaku, suatu
tindakan perilaku, bentuk dari ajakan (persuasi), bentuk relasi yang kuat, alat
untuk mencapai tujuan, akibat dari interaksi, peranan yang diferensial,
dan pembuat struktur.[2]
Menurut Yukl (1987)[3], beberapa definisi yang
dianggap cukup mewakili selama seperempat abad adalah sebagai berikut:
1. Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang
individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang
ingin dicapai bersama (shared goal).
2. Kepemimpinan adalah pengaruh antarpribadi
yang dijalankan dalam suatu situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses
komunikasi ke arah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu.
3. Kepemimpinan adalah pembentukan awal serta
pemeliharaan struktur dalam harapan dan interaksi
4. Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh
sedikit demi sedikit, pada dan berada di atas kepatuhan mekanis terhadap
pengarahan-pengarahan rutin organisasi
5. Kepemimpinan adalah proses memengaruhi
aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan
6. Kepemimpinan adalah sebuah proses
memberikan arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang
mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai
sasaran.
7. Para pemimpin adalah mereka yang secara
konsisten memberikan kontribusi yang efektif terhadap orde sosial, serta yang
diharapkan dan dipersepsikan melakukannya.
Shelley Kirkpatrick dan Edwin Locke
mengidentifikasi ciri-ciri kepribadian yang menunjang kesuksesan dalam
kepemimpinan:[4]
Drive, yaitu memiliki energi yang kuat, menunjukkan
inisiatif, dan gigih.
Self-confedence, yaitu yakin terhadap kemampuan yang
dimiliki
Creativity, yaitu memiliki kreativitas dalam berpikir.
Cognitive ability, yaitu memiliki integritas dalam menyatukn
dan menafsirkan berbagai informasi.
Job-relevant knowledge, yaitu menguasai betul organisasiny dan
hal-hal yang bersifat teknis dalm orgnisasi tersebut.
Motivation, yaitu mampu mempengaruhi orang lain dalam
mencapai tujuan organisasi.
Flexibility, yaitu mampu beradaptasi sesuai dengan
keinginan bawahan dan tuntutan situasi.
Honesty and integrity, yaitu terpercaya, jujur, prediktif, dan dapat
diandalkan
Berdasarkan berbagai pendapat di atas
mengenai definisi kepemimpinan maka dapat ditarik sebuah sintesa bahwa
kepemimpinan merupakan seni mempengaruhi orang lain ataupun kelompok dalam
rangka penyelasain tugas organisasi secara efektif dan efisien. Jadi kata kunci
yang dapat dijadikan indikator dalam kepemimpinan adalah ada orang atau
kelompok yang dipengaruhi, adanya relasi yang kuat, adanya proses komunikasi ke
arah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu, adanya proses memotivasi, kreatif,
dan memiliki integritas yang tinggi.
B. Fungsi Kepemimpinan
Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi
merupakan sesuatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan
organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki 2
aspek yaitu :
1. Fungsi administrasi, yakni
mengadakan formulasi kebijaksanaan administrasi dan menyediakan fasilitasnya.
2. Fungsi sebagai Top Manajemen, yakni
mengadakan planning, organizing, staffing, directing, commanding, controling,
dsb.
Secara operasional dapat dibedakan lima
fungsi pokok kepemimpinan, yaitu:
1. Fungsi Instruktif.
Pemimpin
berfungsi sebagai komunikator yang menentukan apa (isi perintah), bagaimana
(cara mengerjakan perintah), bilamana (waktu memulai, melaksanakan dan melaporkan
hasilnya), dan dimana (tempat mengerjakan perintah) agar keputusan dapat
diwujudkan secara efektif. Sehingga fungsi orang yang dipimpin hanyalah
melaksanakan perintah
2. Fungsi konsultatif.
Pemimpin dapat menggunakan fungsi
konsultatif sebagai komunikasi dua arah. Hal tersebut digunakan manakala
pemimpin dalam usaha menetapkan keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan
dan berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya.
3. Fungsi Partisipasi
Dalam
menjaiankan fungsi partisipasi pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang
dipimpinnya, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam melaksanakannya.
Setiap anggota kelompok memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi
dalam melaksanakan kegiatan yang dijabarkan dari tugas-tugas pokok, sesuai
dengan posisi masing-masing.
4. Fungsi Delegasi
Dalam
menjalankan fungsi delegasi, pemimpin memberikan pelimpahan wewenang, membuat
atau menetapkan keputusan. Fungsi delegasi sebenarnya adalah kepercayaan
ssorang pemimpin kepada orang yang diberi kepercayaan untuk pelimpahan wewenang
dengan melaksanakannya secara bertanggungjawab. Fungsi pendelegasian ini, harus
diwujudkan karena kemajuan dan perkembangan kelompok tidak mungkin diwujudkan
oleh seorang pemimpin seorang diri.
5. Fungsi Pengendalian.
Fungsi
pengendalian berasumsi bahwa kepemimpinan yang efektif harus mampu mengatur
aktifitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga
memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Dalam melaksanakan
fungsi pengendalian, pemimpin dapat mewujudkan melalui kegiatan bimbingan,
pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.
Dijelaskan lebih lanjut oleh James A.F.
Stoner bahwa agar fungsi kepemimpinan dapat beroperasi secara efektif,
seorang pemimpin mempunyai dua fungsi pokok yaitu: [5]
1. Task related atau problem solving function,
dalam fungsi ini pemimpin memberikan saran dalam pemecahan masalah serta
memberikan sumbangan imfomasi dan pendapat
2. Group maintenance function atau social function meliputi
pemimpin membantu kelompok beroperasi lebih lancar, pemimpin memberikan
persetujuan atau melengkapi anggota kelompok yang lain misalnya menjembatani
kelompok yang sedang berselisih pendapat.
C. Teori Kepemimpinan
Teori kepemimpinan bisa didasarkan pada
beberapa perspektif yang berbeda, yaitu 1) fokus dan 2) pendekatan. Perspektif
teori kepemimpinan dari dimensi fokus, terdiri dari:
1. Teori Kepemimpinan Sifat (Traits Theory)
Teori ini memandang kepemimpinan sebagai
suatu kombinasi sifat-sifat (traits), percaya bahwa para pemimpin
mempunyai ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang menyebabkan mereka dapat
memimpin para pengikutnya. Daftar sifat-sifat ini dapat menjadi sangat panjang,
tetapi cenderung mencakup energi, pandangan, pengetahuan, kecerdasan,
imajinasi, kepercayaan diri, integritas, kepandaian berbicara, keseimbangan
mental, berani, dan sebagainya.
Edwin Ghiselli, dalam penelitiannya
menemukan sifat-sifat tertentu yang penting untuk kepemimpinan yang efektif,
yaitu:
a. Kemampuan dalam kedudukannya sebagai
pengawas (supervisory ability) atau pelaksanaan fungsi-fungsi dasar
manajemen.
b. Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan,
mencakup pencarian tanggung jawab dan keinginan sukses
c. Kecerdasan, mencakup kebijakan, pemikiran
kreatif dan daya pikir.
d. Ketegasan (decisiveness) atau
kemampuan-kemampuan membuat keputusan-keputusan dan memecahkan masalah dengan
tepat.
e. Kepercayaan diri atau pandangan terhadap
dirinya
f. Inisiatif atau kemampuan untuk bertindak
tidak tergantung dan mampu berinovasi
Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yang
berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, antara lain :
a. Kecerdasan
Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin
yang mempunyai kecerdasan yang tinggi di atas kecerdasan rata–rata dari
pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil yang lebih tinggi pula. Karena
pemimpin pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pengikutnya.
b. Kedewasaan dan
Keluasan Hubungan Sosial
Umumnya di dalam melakukan interaksi
sosial dengan lingkungan internal maupun eksternal, seorang pemimpin yang
berhasil mempunyai emosi yang matang dan stabil. Hal ini membuat pemimpin tidak
mudah panik dan goyah dalam mempertahankan pendirian yang diyakini
kebenarannya.
c. Motivasi Diri dan Dorongan
Berprestasi
Seorang pemimpin yang berhasil umumnya
memiliki motivasi diri yang tinggi serta dorongan untuk berprestasi. Dorongan yang kuat
ini kemudian tercermin pada kinerja yang optimal, efektif dan efisien.
d. Sikap Hubungan Kemanusiaan
Adanya pengakuan terhadap harga diri dan
kehormatan sehingga para pengikutnya mampu berpihak kepadanya.
2.
Teori Perilaku Kepemimpinan
Tidak seperti toeri sifat, teori ini
menganggap perilaku-perilaku dapat dipelajari atau dikembangkan sehingga
individu-individu dapat dilatih dengan perilaku-perilaku kepemimipinan yang
tepat agar mampu memimpin lebih efektif. Teori perilaku memusatkan perhatiannya
pada dua aspek, yaitu fungsi-fungsi dan gaya-gaya kepemimpinan. Pandangan
perilaku ini dikenal dengan sebutan one best way (satu jalan terbaik).
Padahal dalam kenyataannya, setiap organisasi memiliki ciri khusus dan
keunikannya, sehingga tidak mungkin organisasi dipimpin dengan perilaku tunggal
untuk segala situasi. Situasi yang berbeda harus dihadapi dengan perilaku yang
berbeda pula. Oleh sebab itu muncul korelasi terhadap pendekatan perilaku
yang disebut dengan pendekatan kontingensi.
3.
Teori Situasional atau teori kontingensi
Seorang pemimpin harus merupakan seorang
pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan
dan tingkat kedewasaan bawahan. Teori ini menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan
yang dikombinasi dengan situasi akan mampu menentukan keberhasilan pekerjaan.
Artinya, situasi yang berbeda harus dihadapi dengan perilaku kepemimpinan yang
berbeda pula.
Model Pendekatan Situasional Kepemimpinan:
Model Kontigensi Fiedler
|
Vroom, Yetton dan Jago
|
Model Path-Goal dari House
|
Model situasional Leadership Hersey-Blanchard
|
|
Kualitas kepemimpinan
|
Pemimpin berorientasi tugas atau hubungan. Pekerjaan
harus diatur agar sesuai dengan gaya kepemimpinan
|
Pemimpin membuat keputusan individual atau kelompok
dan dapat memilih dari 5 gaya yang berbeda
|
Pemimpin dapat meningkatkan keefektifan para
pengikut dengan mengaplikasikan teknik motivasi yang tepat
|
Pemimpin harus mengadaptasi gaya , entah perilaku
tugas atau hubungan, berdasarkan keadaan pengikutnya
|
Asumsi tentang para pengikut
|
Pengikut akan memilih gaya kepemimpinan yang berbeda
tergantung dari struktur tugas, hubungan pemimpin-anggota dan kekuatan
posisi.
|
Pengikut berpartisipasi dalam tingkat yang berbeda
dalam pengambilan keputusan suatu masalah
|
Para pengikut memiliki berbagai kebutuhan yang
berbeda, yang harus dipenuhi dengan bantuan pemimpin
|
Kesiapan pengikut mempengaruhi gaya kepemimpinan
yang diadaptasi
|
Keefektifan pemimpin
|
Keefektifan pemimpin ditentukan oelh interaksi
antara faktor lingkungan dan faktor pribadi
|
Pemimpin yang efektif memilih set pengambilan
keputusan yang tepat dan mengizinkan tingkat partisipasi yang optimal dari
para pengikut
|
Pemimpin yang efektif dalahpemimpin yang memberikan
klarifikasi pada para pengikut jalur atau perilaku yang paling tepat
|
Pemimpin yang efektif mampu mengadaptasi gaya
directing, coaching,supporting dan delegating untuk menyesuaikan tingkat
kematangan pengikut.
|
Sejarah penelitian
|
Ketika hasil penelitian yang tidak melibatkan
Fiedler dipakai, diperoleh bukti yang kontradiktif mengenai keakuratan model
|
Hasil penelitian yang mendukung model ini sangat
terbatas dan hasilnya bervariasi . model ini bagi sebagian orang dianggap
kompleks meskipun sudah tersedia program komputer yang bisa menelusuri
kelompok keputusan yang diambil.
|
Model ini telah menimbulkan beberapa minat
penelitian selama dua dekase terakhir.
|
Tidak ada penelitian yang cukup memadai untuk
mencapai kesimpulan yang pasti mengenai kekuatan prediksi dari model ini
|
4. Teori Kelompok
Teori ini beranggapan bahwa supaya
kelompok bisa mencapai tujuan-tujuan, harus ada pertukaran yang positif antara
pemimpin dengan pengikutnya.
Sedangkan teori kepemimpinan dari dimensi
pendekatan, meliputi:
1. Teori Kepemimpinan Klasik
a. Gaya Kepemimpinan Model Taylor
Taylor (1911), seorang ahli teknik mesin
sekaligus Bapak Manajemen Ilmiah menemukan gaya kepemimpinannnya dalam memimpin
perusahaan sebagai berikut:
1) Cara terbaik untuk meningkatkan hasil
kerja ialah dengan meningkatkan teknik atau metode kerja, akibatnya manusia
dianggap sebagai mesin
2) Manusia untuk manajemen, bukan manajemen
untuk manusia
3) Fungsi pemimpin menurut teori manajemen
keilmuan (teori klasik) adalah menetapkan dan menerapkan kriteria prestasi
untuk mencapai tujuan
4) Fokus pemimpin adalah pada kebutuhan
organisasi.
b. Gaya Kepemimpinan Model Mayo
Gaya kepemimpinan Mayo (1920) yang
terkenal dengan gerakan hubungan manusiawi merupakan reaksi dan revisi dari
gaya kepemimpinan Taylor yang memperlakukan manusia seperti mesin. Akibatnya
banyak pegawai yang sakit, bercerai, kacau balau karena hidupnya hanya untuk
bekerja, lupa makan dan keluarga. Mayo berpendapat bahwa dalam memimpin harus
memiliki kriteria sebagai berikut:
1) Selain mampu mencari teknik atau metode
kerja terbaik, juga harus memperhatikan perasaan dan hubungan manusiawi yang
baik
2) Pusat-pusat kekuasaan adalah hubungan
pribadi dalam unit-unit kerja
3) Fungsi pemimpin adalah memudahkan
pencapaian tujuan anggota secara kooperatif dan mengembangkan kepribadiannya.
c. Studi Iowa
Penelitian kepemimpinan mula-mula
dilakukan oleh Lippit dan White pada tahun 1930 di bawah pembimbing Lewin dari
Universitas Iowa. Penelitian ini berpengaruh terhadap penelitian-penelitian
berikutnya.
Dari hasil penelitiannya, Lewin, et al.
(1981) menyimpulkan bahwa terdapat tiga gaya kepemimpinan, yaitu otoriter,
demokratis dan laize faire (semaunya sendiri). Pemimpin yang otoriter bertindak
sangat direktif, selalu mengarahkan dan tidak memberikan kesempatan bertanya
apalagi membantah. Bawahan harus patuh pada perintah atasan tanpa membantah.
Pemimpin demokratis mendorong kelompok
untuk berdiskusi, berpartisipasi, menghargai pendapat orang, siap berbeda dan
perbedaan tidak untuk dipertentangkan, tetapi untuk didapatkan hikmahnya.
Pemimpin demokratis mencoba untuk bersikap objektif dalam memuji dan
mengkritik. Sedangkan pemimpin laize faire (semaunya sendiri) memberikan
kebebasan mutlak kepada
e. Studi Michigan
Kantor Riset Angkatan Laut mengadakan
kontrak kerjasama dengan pusat Riset Survei Universitas Michagan untuk
mengadakan penelitian. Tujuan kerjasama ini adalah untuk meneliti
prinsip-prinsip produktivitas kelompok dan kepuasan anggota kelompok yang
diperoleh dari partisipasi mereka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengawasan pada seksi produksi lebih menyukai: (1) menerima pengawasan dari
pengawas-pengawas mereka yang bersifat terbuka dibandingkan yang terlalu ketat;
(2) sejumlah otoritas dan tanggung jawab yang ada dalam pekerjaan mereka; (3)
memberikan pengawasan terbuka pada bawahannya dibandingkan pengawasan yang
ketat; dan (4) berorientasi kepada pekerjaan dan produksi (Likert, 1962).
Penelitian mengidentifikasikan dua konsep
gaya kepemimpinan, yaitu berorientasi pada bawahan dan berorientasi pada
produksi. Pemimpin yang berorientasi pada bawahan menekankan pentingnya
hubungan dengan pekerja dan menganggap setiap pekerja penting, diperhatikan
minatnya, diterima keberadaannya dan dipenuhi kebutuhannya. Pemimpin yang
berorientasi pada produksi menekankan pentingnya produksi dan aspek
teknik-teknik kerja. Pekerja diperlakukan sebagai alat untuk mencapai tujuan
organisasi.
2. Teori Kepemimpinan Modern
Lima penemuan dalam teori kepemimpinan
klasik merupakan tonggak sejarah yang amat penting bagi pengembangan teori
kepemimpinan. Teori kepemimpinan terdiri atas pendekatan:
a. Teori Pendekatan Sifat-Sifat (Traits
Approach Theory)
Pendekatan ini berdasarkan pada sifat seseorang yang
dilakukan dengan cara:
1) Membandingkan sifat yang timbul sebagai
pemimpin dan bukan pemimpin
2) Membandingkan sifat pemimpin yang efektif
dengan pemimpin yang tidak efektif
Northhouse (2007) membedakan sifat-sifat kepemimpinan
dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Perbedaan
Sifat-Sifat Kepemimpinan:
Stogdill (1948)
|
Mann (1959)
|
Stogdill (1974)
|
Lord, DeVader & Alliger (1986)
|
Kirkpatrick & Locke (1951)
|
Cerdas
Waspada
Mampu
memahami sesuatu
Bertanggung
Jawab
Inisiatif
Kokoh
Percaya
diri
Berjiwa
Sosial
|
Cerdas
Kesatria
Mampu
mengatur
Dominan
Terbuka
Konservatisme
|
Pencapaian hasil
Kokoh
Mampu
memahami sesuatu
Inisiatif
Percaya diri
Bertanggung jawab
Kerja sama
Toleransi
Berpengaruh
Berjiwa sosial
|
Cerdas
Kesatria
Dominan
|
Mampu
mengarahkan
Motivasi
Integritas
Percaya diri
Memiliki
kemampuan kognitif
Mengetahui
tugas-tugas
|
Hasil penelitian Gheselli terhadap 300 manajer dari 90
lembaga berbeda di Amerika Serikat menemukan enam traits kepemimpinan efektif,
yaitu:
1) Kebutuhan mencapai hasil: bertanggung
jawab, kerja keras untuk sukses
2) Intelegensi: menggunakan pertimbangan yang
matang, mempunyai alasan yang jelas dan kemampuan berpikir
3) Mampu mengambil keputusan: dapat mengambil
keputusan yang sulit tanpa ragu-ragu
4) Inisiatif: dimulai dari diri sendiri,
melakukan pekerjaan dengan baik, dengan pengawasan yang minimal
5) Kemampuan supervisi: dapat bekerjasama
bersama orang lain.
Pendekatan sifat-sifat berpendapat bahwa
pemimpin itu dilahirkan bukan diciptakan (Leader are born, not build).
Artinya, seseorang telah membawa bakat kepemimpinan sejak dilahirkan bukan
dididik atau dilatih. Pemimpin yang dilahirkan tanpa melalui diklat sudah dapat
menjadi pemimpin yang efektif. Pelatihan kepemimpinan hanya bermanfaat bagi
mereka yang memang telah memiliki sifat-sifat kepemimpinan. Artinya, seseorang
yang tidak memiliki sifat dan bakat kepemimpinan yang dibawa sejak lahir, tidak
perlu dilatih kepemimpinan karena akan sia-sia saja.
b. Pendekatan Perilaku (Gaya-Gaya
Kepemimpinan)
Pendekatan sifat ternyata tidak mampu
menjelaskan apa yang menyebabkan seseorang menjadi pemimpin yang efektif. Oleh
karena itu, pendekatan perilaku merevisinya. Dikarenakan perilaku dapat
dipelajari, maka pemimpin dapat dilatih dengan perilaku kepemimpinan yang tepat
agar menjadi pemimpin yang efektif.
Pendekatan ini menjelaskan perilaku
kepemimpinan yang membuat seseorang menjadi pemimpin yang efektif. Pemimpin
yang efektif adalah pemimpin yang menggunakan gaya (style) yang dapat
mewujudkan sasarannya.
Gaya kepemimpinan adalah cara seorang
pemimpin bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam
mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu. Gaya tersebut bisa berbeda–beda
atas dasar motivasi, kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang
tertentu.
G.R Terry (1960) sebagai salah satu
pengembang ilmu manajemen mengemukakan tipe kepemimpinan sebaga berikut:
1. Kepemimpinan Pribadi (personal
leadership)
Seorang manajer dalam melaksanakan
tindakan selalu dilakukan dengan cara kontak pribadi. Instruksi ini disampaikan
secara oral atau langsung pribadi disampaikan oleh manajer yang bersangkutan.
2. Kepemimpinan Nonpribadi (nonpersonal
leadership)
Segala peraturan dan kebijakan yang
berlaku pada organisasi disampaikan melalui bawahannya atau melalui media
nonpribadi baik rencana instruksi maupun program.
3. Kepemimpinan Otoriter (authoritarian
leadership)
Kepemimpinan seperti ini menggunakan metode
pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya.
Kekuasaan
sangat dominan digunakan. Memusatkan kekuasaan dan pengambilan keputusan bagi
dirinya sendiri, dan menata situasi kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau
melakukan apa saja yang diperintahkan. Kepemimpinan ini pada umumnya negatif,
yang berdasarkan atas ancaman dan hukuman. Meskipun demikian, ada juga beberapa
manfaatnya antaranya memungkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta
memungkinkan pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten.
4. Kepemimpinan Demokratis (Democrative
leadership)
Ditandai adanya suatu struktur yang
pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif.
Di bawah kepemimpinan yang demokratis, pemimpin cenderung bermoral tinggi dan
dapat bekerjasama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri
5. Kepemimpinan Paternalistik (paternalistic
leadership)
Dicirikan oleh suatu pengaruh yang
bersifat kebapaan dalam hubungan antara manajer dengan perusahaan. Tujuannya
untuk melindungi dan memberikan arah, tindakan, perilaku ibarat peran seorang
bapak kepada anaknya.
6. Kepemimpinan Menurut Bakat (indigenous
leadership)
Biasanya muncul dari kelompok informal
yang didapatkan dari pelatihan meskipun tidak langsung. Dengan adanya sistem
persaingan dapat menimbulkan perbedaan pendapat yang seru dari kelompok yang
bersangkutan. Bisasayna akan muncul pemimpin yang mempunyai kelemahan diantara
mereka yang ada dalam kelompok tersebut. Pada situasi ini peran bakat sangat menonjol
sebagai dampak pembawaan sejak lahir mungkin disebabkan faktor keturunan.
7. Kepemimpinan Partisipasif
Pemimpin atau pengikut saling tukar
menukar ide dalam pembuatan keputusan, dengan peranan pemimpin yang utama
memberikan fasilitas dan berkomunikasi. Gaya ini melibatkan perilaku hubungan
kerja yang tinggi dan perilaku berorientasi tugas yang rendah.
8. Kepemimpinan Delegasi
Pemimpin memberikan kekuasaan penuh terhadap bawahan,
struktur organisasi bersifat longgar dan pemimpin bersifat pasif. Yaitu
Pemimpin menghindari kuasa dan tanggung jawab, kemudian menggantungkannya
kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya
sendiri.
Selain 8 tipe kepemimpinan yang
disimpulkan oleh Terry diatas, para peneliti juga mengidentifikasikan dua gaya
kepemimpinan, yaitu;
1) Task oriented = berorientasi tugas
Gaya ini lebih memerhatikan pada
penyelesaian tugas dengan pengawasan yang sangat ketat agar tugas selesai
sesuai dengan keinginannya. Hubungan baik dengan bawahannya diabaikan, yang
penting bawahan harus bekerja keras, produktif dan tepat waktu.
2) Employee oriented = berorientasi pada bawahan atau karyawan
Gaya kepemimpinan ini cenderung lebih
memerhatikan hubungan yang baik dengan bawahannya, lebih memotivasi karyawannya
ketimbang mengawasi dengan ketat, dan lebih merasakan perasaan bawahannya.
Kelemahan jika seorang pemimpin
berorientasi pada tugas (task oriented) ialah kurang disenangi bawahannya
karena bawahan dipaksa bekerja keras agar tugas-tugas selesai dengan cepat dan
baik. Kelebihannya adalah pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu. Sebaliknya,
kelemahan jika pemimpin berorientasi pada bawahan adalah pekerjaan banyak yang
tidak selesai pada waktunya. Kelebihannya adalah pemimpin disenangi oleh
sebagian besar bawahannya. Untuk menjadi pemimpin yang efektif digunakan
keseimbangan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan dengan gaya
kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan. Gaya ini disebut gaya kepemimpinan
transaksional.[6]
c. Kepemimpinan Situasional-Kontingensi
Pendekatan ini merevisi pendekatan perilaku yang ternyata tidak mampu
menjelaskan kepemimpinan yang ideal. Pendekatan ini menggambarkan bahwa gaya
yang digunakan tergantung dari pemimpinnya sendiri, dukungan pengikutnya, dan
situasi yang kondusif. Para ahli sepakat bahwa kepemimpinan yang efektif (Ke)
ditentukan oleh Pemimpin (P), pengikut (p) dan situasi (s) berfungsi optimal,
yang dirumuskan Ke = f (P,p,s)
Dalam menganalisis motivasi pokok bawahannya, pemimpin dapat menempatkan pada
situasi yang sesuai. Kualitas hubungan pemimpin dengan anggota kelompok adalah
yang paling berpengaruh pada keefektifan kepemimpinannya sehingga
kepemimpinannya tidak begitu perlu mendasarkan pada kekhususan formalnya.
Sebaliknya, jika ia tidak disegani atau tidak dipercaya maka ia harus didukung
oleh peraturan yang memberi ketenangan untuk menyelesaikan tugasnya.
Kepemimpinan
Transaksional danTransformasional
Selain model kepemimpinan diatas terdapat
pula kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional. Peran timbal
balik dari seorang pemimpin disebut dengan kepemimpinan transaksional. Pemimpin
transaksional membantu para pengikutnya untuk mengidentifikasi apa yang harus
dilakukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Dalam menggunakan gaya transaksional,
pemimpin berpegang pada imbalan kontijen dan manajemen dengan pengecualian.
Penelitian menunjukan ketika reinforcement bersifat kontijen, para pengikut
akan memperlihatkan peningkatan kinerja dan kepuasan. [7]
Tipe pemimpin yang lain adalah pemimpin
transformasional, yaitu pemimpin yang memotivasi para pengikutnya untuk
bekerjasama mencapai sebuah tujuan bukan untuk kepentingan pribadi
jangka pendek, dan untuk mencapai prestasi dan aktualisasi diri, bukan demi
perasaan aman. Pemimpin transformasional mengajak pengikutnya untuk bekerja
mencapai tujuan. Visi dari pemimpin memberikan para pengikutnya motivasi untuk
melakukan kerja keras yang memberikan imbalan internal.
[1]John R. Schemerhorn, Introduction to Management, (Asia:
Sons (Asia) Pte Ltd, 2010), h. 434
[2]Stogdill, R.M., Handbook
of Leadership A Survey of Theory and Research, (New York: The Free Press,
1974), H. 76
[3]Yuki, Gary., Leadership.(New Jersey: Pearson, 2010),h.54
[4]Shelley Kirkpatrick dan Edwin Locke,
[5]Wahjosumidjo, Kepemimpinan
Kepala Sekolah. Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya.( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008) h. 41
[6]Prof. Dr. Husaini Usman,
Manajemen; Teori, Praktik dan Riset Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2008.) H. 306,
[7] Francis J. Yammarino, Alan J. Dubinsky, Lucette B. Corner
dan marvin A. Jolson. “Women and transformasional and contigent reward
Leadership : a multiple –levels- of- analysis Perspective,”academy of
management Journal, 1997. p, 205
[8] Bernard M. Bass, Leadership Performance Beyond
Expectations (New York : Academic Press, 1985)
No comments:
Post a Comment