
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tuberkulosis ( TB ) merupakan masalah kesehatan yang akan menjadi masalah yang
lebih besar jika tidak ditangani sejak dini. Penyakit ini dapat diatasi dengan
mendapat pengobatan dan pencegahan penularan.Penyakit TB paru apabila tidak
ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi dini yang memperparah bagi
penderita itu sendiri. Jika dalam keadaan yang sangat parah, maka akan
berdampak hingga ke organ lain seperti usus,tulang dan otak.
Penderita tuberkulosis di kawasan Asia terus
bertambah. Sejauh ini, Asia termasuk kawasan dengan penyebaran tuberkulosis
(TB) tertinggi di dunia. Setiap 30 detik, ada satu pasien di Asia meninggal
dunia akibat penyakit ini. Sebelas dari 22 negara dengan angka kasus TB
tertinggi berada di Asia, di antaranya Banglades, China, India, Indonesia,
dan Pakistan. Empat dari lima penderita TB di Asia termasuk kelompok usia
produktif (Kompas, 2007).
Lingkungan rumah merupakan
salah satu faktor yang memberikan pengaruh nesar terhadap status kesehatan
penghuninya (Notoatmodjo, 2003). Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor
yang berperan dalam penyebaran kuman tuberkulosis. Kuman tuberkulosis dapat
hidup selama 1 – 2 jam bahkan sampai beberapa hari hingga berminggu-minggu
tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik, kelembaban,
suhu rumah dan kepadatan penghuni rumah.
B. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui tentang tuberculosis paru.
2. Untuk mengetahui tentang Asuhan Keperawatan
tuberkulosis paru.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi fisiologi sistem respirasi
1. Organ pernafasan :
a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,mempunyai dua
lubang ( kavum nasi ),dipisahkan oleh sekat hidung ( septum nasi ). Didalamnya
terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara,debu dan kotoran yang
masuk kedalam lubang hidung (Syaifuddin, 2006).
Bagian dari hidung :
1) Bagian luar dinding terdiri dari kulit
2) Bagian tengah terdiri dari otot dan tulang rawan
3) Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang
berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis),yang berjumlah 3
buah:
1) Konka nasalis inferior (karang hidung bagian
bawah)
2) Konka nasalis media (karang hidung bagian
tengah)
3) Konka nasalis superior (karang hidung bagian
atas)
Fungsi hidung yaitu:
1) Bekerja sebagai saluran udara pernafasan
2) Sebagai penyaring udara pernafasan yang
dilakukan oleh bulu-bulu hidung
3) Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa
4) Membunuh kuman yang masuk bersama udara
pernafasan oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lender (mukosa) atau
hidung.
b. Faring
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan,
terdapat dibawah dasar tenggorokan,dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah
depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain; keatas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana;
kedepan berhubungan dengan rongga mulut,tempat hubungan ini bernama itsmus
fausium ; kebawah terdapat 2 lubang;ke depan lubang laring ,ke belakang lubang
esophagus. Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat,juga di beberapa
tempat terdapat folikel getah bening.perkumpulan getah bening ini dinamakan
adeonoid. Disebelahnya terdapat 2 buah tonsil kiri dan kanan dari faring. Di
sebelah belakang terdapat epiglotis yang berfungsi menutup laring pada waktu
menelan makanan (Syaifuddin,2006).
Rongga tekak dibagi menjadi 3
bagian:
1) Bagian sebelah atas yang sama setingginya dengan
koana disebut nasofaring
2) Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus
fausium disebut orofaring
3) Bagian bawah sekali dinamakan laringofaring
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra
servikalisdan masuk ke dalam trakea di bawahnya (Syaifuddin,2006).
Laring terdiri dari 5 tulang
rawan antara lain:
1) Kartilago tiroid (1 buah) depan zakun (Adam’s
apple),
2) Kartilago ariteanoid (2 buah)
3) Kartilago krikoid (1 buah) yang berbentuk cincin
4) Kartilago epiglotis (1buah)
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk
oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang rawan yang berbentuk kuku
kuda (huruf C). sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar
yang disebut ber silia,hanya bergerak kerah luar. Panjang trakea 9 – 11cm dan
dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sel –sel
bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama
dengan udara pernafasan (Syaifuddin,2006).
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea,ada 2 buah yang
terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V,mempunyai struksur serupa
dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke
bawah dan kesamping ke rah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan
lebih besar daripada bronkus kiri,terdiri dari 6-8 cincin,memunyai 3 cabang.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12
cincin mempunya 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang ,cabang yang lebih kecil
disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tak terdapat cincin lagi dan
pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru/gelembung hawa atau alveoli
(Syaifuddin,2006).
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari alveoli.
Gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika
dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m². Pada lapisan ini terjadi
pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.
Banyaknya gelembung gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah
paru-paru kiri dan kanan (Syaifuddin,2006).
Paru-paru dibagi dua : paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (lobus dekstra
superor, lobus media, dan lobus inferior) tiap lobus tersusun oleh lobulus
dan paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus
inferior, tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ketengah rongga dada/kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada
mediastinum depan terletk jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang
bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu: pleura viserasil (selaput
dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru, dan
pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar.
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kamvum pleura.
Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa udara) sehigga paru-paru
dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang
berguna untuk meminyaki permukaan nya (pleura),menghindarikan gesekan antara
paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas (Syaifuddin,2006).
2. Mekanisme pergerakan pernapasan
Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi
(menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inspirasi dan ekspirasi
secara bergantian,teratur,berirama dan terus-menerus. Bernapas merupakan
gerakan reflex yang terjadi pada otot-otot pernapasan yang diatur oleh pusat
pernapasan yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla
oblongata)untuk pengaturan napas juga di pengaruhi oleh korteks serebri
(Syaifuddin,2006).
a. Inspirasi
Terjadi bila muskulus diapragma
telah mendapatkan rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar. Muskulus
interkostalis yang terletaknya miring, setelah mendapatkan rangsangan kemudian
mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarak antara
sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada
membesar maka pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan
udara didalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar (Syaifuddin,2006).
b. Ekspirasi
Ekspirasi,pada saaat suatu
otot-otot akan kendor lagi (diapragma akan menjadi cekung,muskulus
interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil
kembali maka udara didorong keluar. Jadi proses respirasi atau perrnapasan ini
terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru
(Syaifuddin,2006).
B. Defenisi Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma dan
menimbulkan necrosis pada jaringan infeksi yang dapat mengenai organ dalam
tubuh,tetapi yang paling sering dikenai adalah jaringan paru (Smeltzer &
Bare,2002).
Tuberculosis (TB) adalah
penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.kuman
batang aerob dan tahan asam ini,dapat merupakan organisme patoge maupun
saprofit (Sylvia & Wilson,2006)
C. Etiologi
Penyebab
utama terjadinya tuberculosis paru ini adalah mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis organism ini
berbentuk basil yang tersusun atas asam lemak (lipid) dan membuatnya tahan
terhadap asam dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet.
Tuberculosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara.
Individu terinfeksi, melalui berbicara,batuk,bersin,tertawa atau
bernyanyi,melepaskandroplet besar ( lebih besar dari 100 µ) dan kecil (1 sampai
5 µ ).sementara droplet yang kecil tertahan di udara dan terhirup oleh individu
yang rentan (Smeltzer & Bare,2002).
D. Klasifikasinya
1. Klasifikasi TB di buat berdasarkan gejala
klinis, bakteriologik,radiologic dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu factor
determinan untuk menetapkan strategi terapi. Sesuai dengan program Gerdunas
P2TB Paru dibagi sebagai berikut.
a. TB paru BTA positif dengan
criteria:
1) Dengan atau tanpa gejala klinis
2) BTA positif : mikroskopik positif 2
kali,mikroskopik positif 1 kali di sokong biakan positif 1 kali.
3) Gambaran radiologi sesuai dengan TB paru.
b. TB patu BTA negative dengan criteria:
1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai
dengan TB paru aktif
2) BTA negative,biakan negative tetapi radiologi
positif.
c. Bekas TB paru dengan criteria
:
1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative.
2) Gejala klinik tidak ada atau tanda dan gejala
sisa akibat kelainan paru
3) Radiologic menunjukkan gambaran lesi TB
inaktif,menunjukkan serial photo yang tidak berubah
4) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih
mendukung).
2. System klasifikasi TBC berdasarkan patogenesis
panyakit menurut kelas dan tipe nya (dari pusat pencegahan dan pengendalian
penyakit: core curriculum on tuberculosis: What the clinical should know, ed
4,atlanta,2000,CDC)
Sistem klasifikasi TB
|
||
kelas
|
Tipe
|
Keterangan
|
0
|
Tidak ada pajanan TB,tidak
terinfeksi
|
Tidak ada riwayat terpajan
dan reaksi terhadap tes tuberculin negatif
|
1
|
Terpajan TB terapi tidak ada
bukti klinis
|
Ada riwayat terpajan tetapi
tes tuberculin negative
|
2
|
Ada infeksi TB tetapi tidak
muncul penyakit
|
Reaksi tes tuberculin
positif,bila dilakukan pemeriksaan bakteri hasilnya negative dan tidak
terdapat bukti klinis,bakteriologik ataupunradiografik TB
|
3
|
TB aktif secara klinis
|
Terdapat biakan
Mycobacterium tuberculosis serta terdapat bukti klinis bacteriologic ataupun
radiologic TB aktif
|
4
|
TB Tidak aktif secara klinis
|
Tes tuberculin
positif,terdapat riwayat episode TB dan ditemukan radiologi yang abnormal.
|
5
|
Tersangka TB
|
Tes tuberculin
positif,terdapat riwayat episode TB dan ditemukan radiologi yang abnormal
atau tidak ada bukti klinis dari pemeriksaan radiologic sekarang dan diagnose
ditunda
|
3. Klasifikasi TBC berdasarkan proses perkembangan
basil tuberkel di bedakan dalamdua tahap, yaitu:
a. TuberKulosis primer
Tuberkulosis primer merupakan serangan infeksi yang dapat terjadi pada anak
atau orang dewasa dimana serangan tersebut merupakan serangan pertamakali.
Basil tuberkel di dalam organ paru akan berimplantasi paling sering pada
permukaan alveoli dari parenkim paru pada bagian bawah lobus atas atau bagian
atas lobus bawah. Ditempat implantasi tersebut reaksi yang ditimbulkan oleh
basil tuberkel tersebut adalah suatu proses peradangan dan menyebar ke alveoli.
Tuberkulosis primer dapat sembuh total,sembuh dengan meninggalkan bekas berupa
garis-garis fibrotic atau justru mengalami komplikasi dan penyebar ke
organ tubuh lainnya.
b. Tuberkulosis post primer
Setelah sembuh pada tahap tuberkulosis primer, bukan berarti jaringan paru
bebas dari basil tuberkel, tetapi basil tuberkel akan terus bertahan dalam
sifat dormant dan berdinding yang disebut fase istirahat bagi tuberculosa. Pada
saat individu penurunan daya tahan tubuhdan terpajan stress fisik maupun mental
maka basil tuberkel dormant pada tuberculosis primer akan aktif kembali dan
bermultifikasi yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi endogen.
E.
Patofisiologi
/ WOC
Tempat
masuknya kuman Mycobacterium tuberculosis
adalah saluran pernafasan,saluran peencernaan,dan luka terbuka pada kulit.
Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara,yaitu melalui inhalasi droplet yang
mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil
tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu
unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil; gumpalan basil yang lebih besar
cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak
menyebabkan penyakit.setelah berada dalam ruang alveolus,biasanya di bagian
bawah lobus atas paru atau bagian atas lobus bawah,Basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat
tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak mampu membunuh bakteri tersebut.
Sesudah hari-hari pertama leukosit dig anti oleh makrofak.alveoli yag terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul pneumonia akut. Pneumonia selular ini
dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau
proses dapat berjalan terus dan bakteri terus di fagosit atau berkembang biak
di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah
bening regional.Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epoteloid,yang di kelilingi
oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
Nekrosis
bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relative padat dan seperti keju di
sebut nekrosis kaseosa.daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan
jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast
menimbulkan respon berbeda.jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk
jaringan parut kolagenosa yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel.
Lesi
primer paru disebut focus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesi primer disebut kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami
perkapuran ini dapat di lihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani
pemeriksaan radiogram rutin.Namun, kebanyakan infeksi TB paru tidak terlihat
secara klinis atau dengan radiografi.
Respon
lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencarian,yaitu bahan cair
lepas ke dalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas.Bahan
tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan
trakeobronkial.Proses ini dapat berulang kembali di bagian lain dari paru atau
basil dapat terbawa sampai ke laring,telinga tengah atau usus.
Walaupun
tanpa pengobatan,kavitas yang kecil dapat menutup dan meninggalkan jaringan
parut fibrosis. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan taut bronkus dan rongga.
Bahan perkejuan dapat mengental dan tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan
lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini tidak dapat menimbulkan gejala
dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif.
Penyakit
dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organism yang lolos
dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran
ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen,yang biasanya sembuh sendiri.
Peyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan TB
milier: ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga
banyak organism masuk ke dalam system vascular dan tersebar ke organ-organ lain
(Sylvia & Wilson,2006)
Manifestasi klinis
Tuberkulosis sering di juluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala
umum seperti lemah dan demam.Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak
jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimptomatik.
Gambaran
klinik TB paru dapat dibagi menjadi dua golongan, gejala respiratorik dan
gejala sistematik.
1. Gejala respiratorik,meliputi :
a. Batuk
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Gejala batuk timbul paling
dini dan merupakan gangguan yang paling sering di keluhkan. Mula-mula bersifat
non produktif kemudian berdahak akibat timbulnya peradangan sehingga disebut
batuk produktif bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan
ataupun karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,mungkin tampak berupa garis atau
bercaka-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya
bentuk perdarahan tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak nafas
Gejala ini di temukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada
hal-hal yang menyertai seperti epusi pleura, pneumotoraxs,anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila system persarafan di pleuran terkena dan menimbulkan pleuritis.
2. Gejala sistemik
a. Demam
Merupakan gejala yang sering di jumpai, biasanya timbul pada sore dan malam
hari mrip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang
serangannya sedangkan masa bebas serangannya semakin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala ini berupa kerigat malam, anoreksia,penurunan berat badan,malaise.
Timbulnya gejalanya biasanya dalam beberapa minggu sampai bulan, akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak nafas, walaupun jarnag dapat juga
timbul menyerupai gejala pneumonia.
G. Pemeriksaan dignostik
1. Tes tuberculin ( tes mantoux )
Tes mantoux adalah tes kulit yang digunakan untuk menentukan apakah individu
telah terinfeksi basil TB. Dasar tes tuberculin (tes mantoux) adalah reaksi
alergi tipe lambat pada penularan dengan kuman pathogen baik yang virulen
maupun tidak. Tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan di
bentuknya immunologi seluler pada permulaan dan kemudian di ikuti oleh
pembentukan antibody humoral yang dalam peranannya akan menekan antibody
selluler. Semakin besar pengaruh antibody humoral maka semakin kecil indurasi
yang timbul (Smeltzer dan Bare,2002).
Tehnik dasar adalah dengan
menyuntikan tuberculin sebanyak 0,1 ml yang mengndung 5 unit tuberculin secara
intrakutan,pada sepertiga atas permukaan lengan bawah setelah kulit dibersihkan
dengan alcohol.untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimum diperlukan waktu
antara 48-72 jam sesudah penyuntikan.interpretasi
dibawah ini menunjukkan berbagai tipe reaksi:
a. Indurasi 0-5 mm ;mantoux tes
negative (-)
b. Indurasi 6-9 mm ; mantoux tes meragukan
c. Indurasi 10-15 ; mantoux tes
positif (+)
2. Foto thorax PA
Foto thorax PA dengan atau
tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar. Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik
antara lain (Sylvia & Wilson,2006).
a. Bayangan lesi radiology yang
terletak di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy)
atau berbercak (noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama
bila terdapat di lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau
relatif menetap setelah beberapa minggu
e. Bayangan bilier
3. Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum).
Ditemukannya kuman micobakterium TBC dari dahak penderita memastikan diagnosis
tuberculosis paru. Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada sediaan apus
(mikroskopis). Pengambilan dahak yang benar sangat penting untuk mendapatkan
hasil yang sebaik-baiknya. Pada pemeriksaan pertama. sebaiknya 3 kali
pemeriksaan dahak. Uji resistensi harus dilakukan apabila ada dugaan resistensi
terhadap pengobatan. Pemeriksaan sputum adalah diagnostik yang terpenting dalam
prograrn pemberantasan TBC paru di Indonesia (Sylvia & Wilson,2006).
H. Komplikasi
1. Pneumonia
2. Bronkhiektasis.
I.
Penatalaksanaan
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agens kemoterapi (agens anti
tuberculosis) selama periode 6 - 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan:
isoniasid (INH), rifampin (RIF), streptomisin (SM), etambutol (EMB) dan
pirasinamid (PZA). Kapreomisin, kanamisin, etionamid, natrium
para-aminosalisilat, amikasin,dan siklisin merupakan obat-obat baris kedua.
Mycobacterium tuberculosis yang resisten
terhadap obat-obatan terus menjadi isu yang berkembang diseluruh dunia. Meski
TB yang resisten terhadap obat telah teridentifikasi sejak tahun 1950, insiden
dari resisten banyak obat telah menciptakan tantangan baru. Beberapa jenis
resisten obat harus dipertimbangkan ketika merencanakan terapi efektif:
1.
Resisten
obat primer adalah resisten terhadap satu agens anti tuberculosis garis depan
pada individu yang sebelumya belum mendapatkan pengobatan.
2.
Resisten
obat didapat atau sekunder adalah resisten terhadap satu atau lebih agens anti
tuberculosis pada pasien yang sedang menjalani terapi.
3.
Resisten
banyak obat adalah resisten terhadap dua agens, sebut saja, isoniasid (INH)
dan rifampin (RIF).
Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberculosis paru yang baru di
diagnosa adalah regimen pengobatan beragam, termasuk INH, RIF, dan PZA selama 4
bulan,dengan INH dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan totalnya 6 bulan.
Sekarang ini setiap agens dibuat dalam pil yang terpisah. Pil anti tuberculosis
baru three in-one yang terdiri atas INH, RIF, dan PZA telah dikembangkan, yang
akan memberikan dampak besar dalam meningkatkan kepatuhan terhadap regimen
pengobatan. Pada awalnya, etambutol (EMB) dan Streptomisin(SM) mungkin
disertakan dalam terapi awal sampai pemeriksaan resisten obat di dapatkan.
Regimen pengobatan, bagaimanapun, tetap dilanjutkan selama 12 bulan. Individu
akan dipertimbangkan noninfeksius setelah menjalani 2 sampai 3 minggu terapi
obat kontinu.
Isoniasid (INH) mungkin digunakan sebagai tindakan preventif bagi mereka yang
diketahui beresiko terhadap penyakit signifikan, sebagai contoh, anggota
keluarga dari pasien yang berpenyakit aktif. Regimen pengobatan profilaktik ini
mencakup penggunaan dosis harian INH selama 6 sampai 12 bulan. Untuk
meminimalkan efek samping, dapat diberikan piridoksin (vitamin B6). Enzim-enzim
hepar, nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin dipantau setiap bulan. Hasil
pemeriksaan kultur sputum dipantau terhadap basil tahan asam (BTA) untuk
mengevaluasi efektifitas pengobatan dan kepatuhan pasien terhadap terapi
(Smeltzer & Bare,2002).
J.
Asuhan
keperawatan tuberkulosis paru
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisik yang lengkap yang dilakukan. Manifestaasi klinis seperti
demam,anoreksia,penurunan berat badan, berkeringat malam, keletihan,batuk,dan
pembentukan sputum mengharuskan pengkajian fungsi pernafasan yang lebih
menyeluruh. Setiap perubahan suhu tubuh atau frekuensi pernapasan,jumlah dan
warna sekresi, frekuensi batuk parah, dan nyeri dada dikaji. Paru-paru dikaji
terhadap konsolidasidengan mengevaluasi bunyi napas (menghilang,bunyi
bronchial,atau broncovesikuler,krekles), premitus egofomidan hasil pemeriksaan perkusi
(pekak).pasien dapat juga mengalami perbesaran nodus limfe yang terasa sangat
nyeri. Kesiapan emosional pasien untuk belajar ,juga persepsi dan pengertiannya
tentang tuberculosis dan pengobatan juga dikaji. Hasil evaluasi fisik dan laboratoriumjuga di telaah (Smeltzer & Bare,2002)
2.
Diagnose
keperawatan
a.
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas berhubungan dengan ketidakmampuan mengeluarkan secret.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan alveolar kapiler.
c. Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
3. Intervensi
No. dx
|
Diagnosa
keperawatan
|
Tujuan/kriteria hasil berdasarkan NOC
|
Intervensi
NIC
|
1
|
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas b/d ketidakmampuan mengeluarkan secret
|
Tujuan berdasarkan NOC:
Menunjukkan bersihan jalan
napas yang efektif.
Hasil yang disarankan NIC:
- Pasien mampu mengeluarkan
secret tanpa bantuan
- Pasien memperlihatkan
perilaku/upaya mempertahankan bersihan jalan napas.
- Pasien berpartisipasi dalam
program pengobatan
|
Intervensi berdasarkan NIC
- Kaji fungsi pernapasan
- Catat kemampuan untuk
mngeluarkan mukosa atau batuk efektif;catat karakter,jumlah sputum,adanya
hemogtisis.
- Berikan pasien posisi semi
atau fowler tinggi. Bantu pasien untuk batuk dan latihan nafas dalam
- Pertahankan masukan cairan
sedikitnya 2500 ml/hari
Pendidikan untuk
pasien/keluarga
- Jelaskan penyebab ketidak
patenan jalan nafas pasien
Aktivitas kolaborasi:
- Beri obat-obatan sesuai
dengan indikasi tindakan ini berkolaborasi dengan dokter
|
2
|
Gangguan pertukaran gas b/d
perubahan alveolar kapiler
|
Tujuan berdasarkan NOC:
Gangguan pertukaran gas akan
terkurangi
kriteria hasil NOC:
pernapasan kembali normal
menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigeniasi jaringan adekuat
|
Intervensi berdasarkan NIC
- Kaji bunyi
paru-paru;frekuensi nafas.
- observasi terhadap
sianosis,terutama pada membran mukosa mulut.
- auskultasi bunyi nafas.
- Berikan posisi yang nyaman
kepada klien
Aktifitas kolaborasi dengan
dokter sesuai dengan indikasi
|
3
|
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan b/d anoreksia
|
Tujuan bedasarkan NOC:
Nutrisi terpenuhi
kriteria hasil NOC :
- Status gizi:tingkat zat gizi
yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan metabolik
- Status gizi:asupan makanan
dan cairan terpenuhi
- Melaporkan keadekuatan
tingkat energi
|
Intevensi berdasarkan NIC:
- Tentukan motivasi klien
untuk mengubah kebiasaan makan
- Kaji makanan kesukaan klien
- Tentukan kemampuan pasien
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
- Anjurkan klien untuk makan
tinggi protein dan kabohidrat dalam porsi kecil tapi sering.
Pendidikan untuk pasien /
keluarga
- Berikan informasi yang tepat
tentang kebutuhan nitrisi dan bagaimana memenuhinya
Aktifitas kolaborasi
- Diskusikan dengan ahli gizi
dalam menentukan kebutuhan nutrisi pasien
- Berkolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat sesuai indikasi
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang ditandai
dengan pembentukan granuloma dan menimbulkan necrosis pada jaringan infeksi
yang dapat mengenai organ dalam tubuh,tetapi yang paling sering dikenai adalah
jaringan paru. Ditandai dengan gejala respiratorik (batuk,batuk berdarah,nyeri
pada dada, sesak nafas ) dan gejala sistemik (demam).
Untuk mengetahui seseorang tersebut positif Tuberkulosis paru perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang diantaranya tes tuberculin(tes montoux), poto thorax,Dn
pemeriksaan bakteriologi(sputum). Dalam pemberian asuhan keperawatannya kita
harus melakukan pengkajian terhadap pasien tersebut.sehingga dapat membantu
dalam penentuan diagnosa keperawatan dan intervensi yang akan kita berikan.
B.
Saran
1.
Untuk kita
semua sebagai calon perlu memperhatikan resiko penularan ketika merawat
pasien yang terkena tuberculosis paru.
No comments:
Post a Comment